Masuknya
Islam ke Kalimantan Barat itu sendiri tidak di ketahui secara pasti, masih
banyak perbedaan pendapat dari berbagai kalangan. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa Islam pertama kali masuk ke Kalimantan Barat pada Abad ke-15, dan ada
juga pendapat lain yang mengatakan Islam masuk di Kalbar pada abad ke-16.
Daerah pertama di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdahulu mendapat
sentuhan agama Islam adalah Pontianak, Matan dan Mempawah. Islam masuk ke
daerah-derah ini diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750. Menurut salah
satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab. Namun,
ada versi lain yang mengatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri,
putra dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah
putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang
keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang
putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan Matan. Syarif
Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M).
Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang
menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir
selama 20 tahun. (Anshar Rahman, 2000:3).
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalbar itu dibawa oleh
juru dakwah dari Arab. Tidak diketahui secara pasti apakah Syarief Husein ini
seorang pedagang atau tidak. Namun, ada yang mengatakan kalau Syarief Husein
dulunya adalah seorang pedagang yang kemudian menjadi pendakwah, dan menetap di
Kalbar. Syarief Husein dalam menyebarkan agama Islam tidak hanya melalui dakwah
tetapi juga melalui aktivitas ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi ini pula dakwah
menjadi semakin berhasil, ditambah relasi yang luas dengan para pedagang
lainnya. (Anshar Rahmat, 2000:4). Setelah beliau meninggal kemudian digantikan
oleh anaknya Syarif Abdurrahman al-Kadri.
Islam
tersebar hampir diseluruh wilayah Kalimantan Barat, tidak hanya di daerah
pesisir pantai tetapi juga didaerah-daerah pedalaman Kalbar. Pada dasarnya di
daerah Kalbar mayoritas penduduknya adalah Melayu, yang identik beragama Islam
dan pada umumnya bermukim di pesisir sungai atau pantai. Ada beberapa hal yang
membuat Islam dapat dengan mudah untuk diterima oleh masyarakat dan menyebar
luas sampai kedaerah-daerah pedalaman. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Melalui perkawinan;
Dimana
adanya perkawinan campuran yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang
non-muslim. Hal ini dapat ditunjukan seperti ketika orang Dayak Iban datang
kedaerah Batu Ngandung yang mayoritas penduduknya bersuku melayu, mereka
tinggal dan menetap lama disana. Kemudian, setelah beberapa tahun tinggal
disana, orang Iban mendapat tawaran untuk masuk Islam dengan tujuan agar mereka
orang-orang Iban tersebut lebih mudah menyatu dalam hal makan minum dan pembauran
perkawinan. Dan hal ini mendapatkan respon yang sangat baik dari orang Iban,
mereka percaya dengan adanya kesamaan akidah akan membuat mereka lebih mudah
dan dapat mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Adanya perkawinan
campuran ini juga dapat dilihat pada kerajaan Pontianak yang rajanya Syarief
Abdurrahman Al-Kadri menikah dengan Nya’I Tua putri Dayak kerajaan Matan.
2.
Melalui perdagangan;
Mayoritas
penduduk Kalbar tinggal di daerah pesisir sungai atau pantai. Islam disebar
luaskan dan berkembang melalui kegiatan perdagangan mulanya di kawasan pantai
seperti Kota Pontianak, Ketapang, atau Sambas, kemudian menyebar kearah
perhuluan sungai.
3.
Melalui dakwah;
Hal
ini dapat kita lihat ketika Islam masuk ke daerah Sungai Embau di daerah Kapuas
Hulu. Yang memegang peranan yang sangat penting dalam menyebarkan dan
mengajarkan agama Islam pada masyarakat Sungai Embau adalah para pendakwah yang
datang dari luar daerah tersebut. Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang
terlibat dalam menyebarkan agama Islam didaerah tersebut pada awal abad ke-20
diantaranya adalah Haji Mustafa dari Banjar (1917-1918), Syeh Abdurrahman dari
Taif, Madinah (1926-1932), Haji Abdul Hamid dari Palembang (1932-1937),
Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?), dan Haji Ahmad asal Jongkong (sekarang).
Para guru agama ini mengajarkan membaca Al-Quran, fiqh dan lain-lain, dirumah
dan juga di mesjid. Dalam pengajaran membaca Al-Qur’an mereka menggunakan
metode Baqdadiyah
4.
Melalui Kekuasaan (otoriter):
Islamisasi
ini terjadi pada masa Sultan Aman di kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau
melakukan perperangan kepada siapa saja yang tidak mau masuk Islam. Tercatat
raja-raja kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut diperangi karena
tidak mau masuk Islam. Setelah raja-raja tersebut dapat ditaklukan dan
menyatakan diri memeluk Islam, mereka diharuskan berjanji untuk tidak ingkar.
Bagi yang melanggar akan dihukum mati. Hal ini mungkin agak unik dibandingkan
dengan Islamisasi yang terjadi diwilayah lain yang rata-rata disiarkan secara
damai.
5.
Melalui Kesenian:
Islam
disebarkan kepada masyarakat Kalbar juga melalui kesenian tradisional. Ini
dapat kita lihat pada masyarakat di Cupang Gading. Sastra tradisional yang ada
di Cupang Gading memperlihatkan adanya nilai-nilai keislaman. Dengan
mengkolaborasikan antara nilai Islam dengan nilai kesenian ini memberikan
kemudahan dalam menyebarkan Islam itu sendiri. Berpadunya nilai lokal dengan
Islam dapat dilihat melalui prosa rakyat yang dikenal dengan istilah bekesah
dan melalui puisi tradisional, seperti pantun, mantra, dan syair. Selain itu
Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin Lembut yang ada didaerah Sambas.
Dengan berbagai macam kesenian inilah yang kemudian dijadikan media dakwah
dalam menyebarkan Islam di Kalbar.
No comments:
Post a Comment