Monday, January 5, 2015

JENIS-JENIS WAYANG DI INDONESIA

1. Wayang beber
Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam pertunjukan narasi ini, lembaran gambar panjang dijelaskan oleh seorang dalang. Wayang beber tertua dapat ditemukan di Pacitan, Donorojo, Jawa Timur. Selain dari kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga menggunakan kisah-kisah dari cerita rakyat, seperti kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji.

2. Wayang kulit
Di Jawa Tengah dan Timur, jenis wayang yang paling populer adalah wayang kulit atau  wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di Bali dan Jawa, pertunjukan wayang kulit sering kali menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat serta mitos sering digunakan.

3. Wayang Klitik (atau Karucil)
Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga menggunakan bayangan dalam pertunjukannya. Kata “klitik” berasal dari suara kayu yang bersentuhan di saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian, misalnya. Kisah-kisah yang digunakan dalam drama wayang ini berasal dari kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.


4. Wayang golek
Boneka kebanyakan berpakaian jubah (baju panjang) tanpa digerakkan secara bebas dan terbuat dari kayu yang bentuknya bulat seperti lazimnya boneka.Cerita wayang jenis ini bersumber pada serat Menak, yang berisikan cerita Arab. Tetapi ada beberapa daerah yang menggunkan cerita yang biasa digunakan dengan jenis wayang Purwa, yaitu Ramayana dan Mahabarata.Boneka ini kebanyakan berpakaian jubah (baju panjang), tanpa berkain panjang, memakai serban (Ikat kepala ala Arab), memakai sepatu, pedang dan perlengkapan yang lainnya.Selain yang telah disebutkan di atas masih ada beberapa jenis wayang lainnya; misalnya Wayang Kancil,wayang suluh,Wayang Pancasila, wayang wahyu dan masih ada beberapa lagi. Bentuk-bentuk wayang tersebut ada juga yang mengambil dasar wayang purwa yang mendapat perubahan-perubahan atributnya.

5. Wayang wong
Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh yang didasarkan pada kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah  Smaradahana. Awalnya, wayang wong dipertunjukkan sebagai hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi bentuk kesenian populer.

6. Wayang Purwa
Pada umumnya lakon yang dibawakan dalam Wayang Purwa diambil dari Ramayana dan Mahabarata. Bentuk wayang ini sangat berbeda dengan tubuh manusia pada umumnya dan diukir dengan sistem tertentu sehingga perbandingan antara bagian-bagian masing-masing seimbang.
Pada mulanya bentuk Wayang Purwa didasarkan pada bentuk relief candi, lambat laun bentuk itu mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pribadi masyarakat Indonesia (Jawa).
Di dalam Wayang Purwa (juga pada jenis wayang yang lain), ukiran besar (tinggi)nya dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu :

•      Wayang Kaper
Wayang Kaper adalah ukuran wayang kulit yang terkecil. Pembuatan wayang yang berukuran besar pada jenis ini, misalnya wayang Bima atau raksasa dibuat sama besarnya dengan wayang Kresna atau Arjuna pada jenis wayang pedalangan. Kemudian ukuran pada wayang-wayang lainnya disesuaikan. Pada umumnya Wayang Kaper diperuntukkan bagi anak-anak yang mempunyai bakat dalam bidang pewayangan (pedalangan).
Dalam hal ini R. M. Sajid menjelaskan sebagai berikut : “ Wayang Kaper itu diartikan bila di”sabet”kan pada kelir kelihatan tidak jelas dari bentuk-bentuk tokoh wayang apa. Hanya kelihatan bergerak-gerak, seolah-olah tampak hanya sebagai kaper-kaper atau kupu-kupu kecil yang berkeliaran di sekitar lampu, karena kecilnya wayang”.

•      Wayang Kidang Kencanan
Wayang Kidang Kencanan adalah salah satu jenis ukuran wayang kulit yang lebih besar dari jenis wayang kaper. Wayang Kidang Kencanan yang terbesar ukurannya seperti wayang Bima atau Raksasa dibuat sama besarnya dengan wayang Gatotkaca pada jenis wayang pedalangan. Jenis wayang ini juga sering disebut kencana yang berarti sedang. Maksud pembuatan wayang jenis ini agar bila digunakan dalam pentas tidak terlalu berat.

•      Wayang Pedalangan
Jenis wayang Pedalangan ini adalah wayang kulit yang ukuran besarnya umum dipergunakan dalam masyarakat. Sebagai contoh ukuran wayang pedalangan Wayang Kulit Purwa gaya Yogyakarta adalah sebagai berikut :
1.     Wayang Bima - Tinggi : 70,7 cm dan lebar : 30,2 cm
2.     Wayang Arjuna - Tinggi : 44,5 cm dan Lebar : 17,5 cm
3.     Wayang sembadra - Tinggi : 29,4 cm dan Lebar 14 cm
4.     Wayang Batara Kala (jenis raksaka) - Tinggi : 83 cm dan Lebar : 42,5 cm

•      Wayang Ageng
Wayang ageng merupakan jenis ukuran wayang yang terbesar dari jenis yang lain. Bila dibanding dengan wayang-wayang pedalangan, wayang Ageng lebih tinggi satu atau satu setengah “lemahan” (bagian yang menghubungkan jari-jari kaki  belakang dengan kaki muka). Wayang-wayang ageng jika dipakai untuk keperluan pertunjukkan pagelaran wayang, tidak memenuhi syarat-syarat kepraktisan. Karena besarnya, wayang tidak sesuai dengan kekuatan dalang untuk memainkannya dengan baik selama pertunjuukan semalam suntuk . Selain ukuran kurang praktis ada beberapa adegan yang memberikan kesan seolah-olah ruang pentas menjadi terlalu sempit karena besarnya wayang.

7. Wayang Madya
Wayang Madya merupakan ciptaan Mangkunegara IV Surakarta. Cerita wayang yang dipergelarkan melanjutkan cerita wayang Purwa, yaitu dari Yudayono sampai Jayalengkara. Pada umumnya wayang Madya, tokoh-tokoh raja tidak memakai praba ( sinar atau nimbus), suatu perhiasan yang diapakai pada punggung setiap raja sebagai lambang kedudukannya. Cara memakai kainnya ialah dengan apa yang dinamakan “banyakan” (laksana tabiat angsa).

8. Wayang Gedog
Wayang Gedog diciptakan oleh Sunan Giri, untuk digunakan dalam Cerita Panji, yang merupakan cerita raja-raja Jenggala, yaitu mulai dari Prabu Sri Ghataya (Subrata) sampai dengan Panji Kudalaleyan.

Bentuk Wayang Gedog ini mirip dengan bentuk wayang purwa, tetapi tidak menggunkan gelung “sapit urang” pada tokoh-tokoh rajanya. Pada wayang jenis ini tidak diketemukan wayang-wayang raksasa dan wayang-wayang kera. Semua memakai kain kepa yang disebut “hudeg gilig”.

No comments:

Post a Comment