Tuesday, August 26, 2014

Perlawanan bangsa indonesia terhadap bangsa barat


1.     Perlawanan Rakyat Ternate Terhadap Portugis
Rakyat Ternate serentak memusuhi bangsa Portugis karena mereka menjalankan monopoli perdagangan yang bersifat memeras. Pada tahun 1533, rakyat Ternate di bawah pimpinan Dajalo membakar benteng milik Portugis. Portugis mengirimkan pasukan dari Malaka di bawah pimpinan Antonio Galvao pada tahun 1536, yang berhasil memaksakan perdamaian dengan rakyat Maluku sehingga Portugis masih dapat mempertahankan kekuasaannya.       
Peperangan rakyat Ternate melawan Portugis kembali berkobar karena Sultan Hairun (raja kerajaan Ternate) dibunuh oleh seorang suruhan Lopes de Mesquita. Dipimpin oleh Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun, Portugis terkurung di dalam benteng-bentengnya selama hampir tujuh tahun. Pada tahun 1577, rakyat Ternate dapat mengusir Portugis dari wilayahnya.                                                                                  
2.     Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC

Portugis yang menduduki Malaka, menilai kegiatan perdagangan di Aceh Darussalam sangat merugikan Portugis. Beberapa kali Portugis berusaha menghanc urkan Aceh, namun selalu gagal.
Di bawah pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528), Aceh dapat bebas dari upaya penjajahan bangsa Potugis. Bahkan kesultanan Johor yeng telah ber sekutu dengan Portugis dapat dikalahkan Aceh pada masa kekuasaan Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568). Kemudian, ketika Aceh diperintah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Aceh pernah melancarkan serangan terhadap Portugis di malaka. Namun, serangan tersebut selalu gagal karena Portugis lebih unggul dalam hal persenjataan.

3.     Perlawanan Mataram Terhadap VOC

Panembahan Senopati memiliki cita-cita untuk mempersatukan Pulau Jawa. Cita-cita itu kemudian diteruskan oleh Sultan Agung (1613-1645). Namun cita-cita itu terganjal oleh kehadiran VOC di Batavia. Oleh karena itu, Sultan Agung mempersia pkan prajuritnya untuk menyerang VOC. Pada tahun 1628, armada Mataram yang dipimpin Tumenggung Bahurekso, Suro Agul-agul, Madurorejo, dan Uposonto diber angkatkan ke Batavia. Serangan pertama Mataram tersebut mengalami kegagalan.
Upaya untuk memukul VOC kembali dilakukan pada tahun 1629. Sasaran serangannya adalah Benteng Holandia dan Benteng Bommel. Benteng Holandia dapat dihancurkan tetapi Benteng Bommel masih bisa diselamatkan VOC. Untuk mematahkan perlawanan, VOC berusaha membakar gudang-gudang perbekalan pasukan Mataran di Cirebon dan Tegal sehingga pasukan mataram kekurangan bahan makanan. Akibatnya, serangan kedua Mataram pun kembali gagal.

4.     Perlawanan Makasar Terhadap VOC

Karena VOC kalah bersaing dengan perdagangan Gujarat dan Eropa lainnya, maka VOC melakukan Blokade terhadap Makasar. Perang antara VOC dan Makasar pun tidak dapat terhindarkan pada tahun 1654-1655. Dengan persenjataan yang dibeli dari Inggris, Denmark, dan Portugis, Makasar sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, VOC terpaksa mengadakan perdamaian dengan Makasar.
Tatkala Voc dipimpin Gubernur Jenderal Maetsuijker (1653-1678), VOC kembali menyerang Makasar. Rakyat Makasar di bawah pimpinan Sultan Hassanudin bersemangat mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Daam pertempuran itu, Voc hanya memperoleh sedikit kemenangan.
VOC kemudioan mengadakan politik devide et impera. VOC mengadu domba Sltan Hasanuddin dengan Raja Bone, Arung Palaka. Pada tahun 1666, perang kembali pecah. VOC yang bersekutu dengan Arung palaka menyerang benteng di Sombaopu, Panukubang, dan Makassar. Pertempuren menjadi semakin tidaak seimbang. Sedikit demi sedikit pasukan Hasanuddin terdesak hingga terpaksa menerima tawaran VOC untuk berdamai pada 18 November 1667.






5.     Perlawanan Banten Terhadap VOC

Di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683), kesultanan banten menjalankan politik pemerintahan anti VOC. Hal ini menciptakan ketegangan antara Banten dan VOC. Kesultanan Banten menjalin kerja sama dengan Bengkulu, Cirebon dan Mataram untuk menyerang VOC. Pada tahun 1656, Batavia diserang dari arah Barat dan Timur. Serangan itu membuat kedudukan VOC terjepit.
Dalam keadaan terdesak, VOC menegmbuska angin perpecahan di kalangan istana banten. Upaya VOC tarnyata berhasil merenggangkan hubungan Sultan Ageng Tirtayasa dengan putra pertamanya, Sultan Haji. Sultan Haji termakan hasutan sehingga ia memilih bergabung dengan VOC.
Pada tahun1683, terjadi pertempuran antara Sultan ageng Tirtayasa dengan VOC-Sultan Haji. Dalam pertempuran itu, persekutuan VOC-Sultan Haji tidak mampu menundukkan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji lantas melakukan tipu muslihat dengan cara berunding. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan di Batavia pada tahun 1692.


6.     Perlawanan Pattimura (1817)

Menurut Convensi London (1814) Kepulauan Maluku masuk kedalam wilayah kekuasaan Inggris yang harus diserahkan kepada Belanda. Namun kembalinya Belanda ke Maluku telah menimbulkan kemarahan rakyat. Pada 15 Mei 1817, perlawanan terhadap pemerintah Hindia-Belanda berkobar. Rakyat Maluku berhasil merampas perau-perahu pos di pelabuhan Porto. Setelah itu, mereka menduduki Benteng Duurstede. Banyak serdadu Belanda terbunuh, termasuk Residen Porto, van den berg.
Gubernur van Middelkoop terkejut mendengar kejadian itu. Ia segera mengirim pasukan dari Ambon di bawah pimpinan Mayor beetjes. Begitu pasukan berlabuh, rakyat saparua menyambut dengan serangan gencar. Rakyat Maluku semakin bersema ngat, sebaliknya Pasukan Beetjes kacau balau dan berusaha untuk mundur. Pada pertempuran ini, Mayor Beetjes tewas.
Namun, pada 2 Agustus 1817, Belanda berhasil merebut kembali Benteng Duurstede, Belanda kemudian melancarkan politik adu domba dan menawarkan hadiah sebesar 1.000 gulden bagi siapa saja yang menginformasikan keberadaan Pattimura. Akhirnya, Pattimura tertangkap di Bukit Boi dan dihukum gantung pada 16 Desember 1817, di Benteng Nieuw Victoria di kota Ambon.



7.     Perang Paderi (1821-1837)

Pada tanggal 10 Februari 1821, Belanda mengadakan perjanjian dengan kaum adat. Mereka bersekutu untuk menghancurkan kaum Paderi. Untuk memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan Benteng van der capellen di Batusangkar dan benteng de kock di Bukit Tinggi. Beberapa kali Belanda melancarkan serangan, tetapi selalu gagal. Pada tahun 1825, Belanda memutuskan mengadakan perdamaian dengan kaum paderi, karena belanda sedang sibuk menghadapi perang Diponegoro di Jawa
Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda membatalkan perdamaian yang telah dibuat dan segera melancarkan serangan kepada kedudukan kaum Paderi. Serangan Belanda justru menyadarkan kamu adat bahwa seungguhnya belanda berkei nginan menguasai dan menindas rakyat minangkabau. Kaum adat akhirnya bergabung dengan kaum Paderi untuk melawan pasukan Belanda.
Gubernur Jenderal Van Den Bosch kemudian mengirim bala bantuan militer ke Padang. Dalam pasukan ini diikutkan pula sentot Alibasyah Prawirodirjo dan pengikutnya. Namun, pasukan Sentot alibasyah membelot ke kaum Paderi. Pembelotan Sentot Ali Basyah segera diketahui pihak Belanda. Ia kemudioan ditangkap dan diasingkan ke Cianjur. Pasukannya dibubarkan dan dipulangkan ke daerah asal.
Pada tahun 1835, Belnda dapat memukul kaum paderi di Simawang. Pejuang paderi yang tersisa kemudian memusatkan perthannya di Bonjol. Akan tetapi keuatan kamu paderi semakin melemah. Akhirnya, pada 25 oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol beserta pasukannnya menyerah. Imam Bonjol kemudian dibuang ke Cianjur.




8.     Perang Diponegoro (1825-1830)

Perang Diponegoro muncul karena sebab-sebab sebagai berikut ini:                         a). Belanda selalu ikut campur dalam pemerintahan istana
b). Perilaku bangsa Belanda yang berupaya meluaskan peredaran minuman keras
c). Belanda membebani berbagai macam pajak, seperti pajak pasar, pajak kepala, dan        
     pajak ternak.
d). Sebab khusus yaitu adanya pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda melintasi 
     tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro di Desa Tegalrejo

      Pada 20 Juli 1825, perang pun berkobar. Di medan pertempuran, pangeran Diponegoro memperoleh banyak kemenangan. Daerah Pacitan, purwodadi dan Kedu berhasil dikuasai. Pasukan Diponegoro memperoleh kemenangan karena mengguna kan serangan gerak cepat dan berpindah-pindah markas. Dengan taktik ini, Belanda menjadi lengah dan tidak siap menahan serangan tiba-tiba.
      Merasa terdesak, Belanda menerapkan siasat benteng stelsel untuk mempersempit gerak pasukan Diponegoro dan menekan agar Pangeran diponegoro agar berhenti melawan. Dengan strategi benteng Stelsel, kedudukan pasukan Diponegoro mulai terdesak. Belanda juga melancarkan tipu daya kepada para pembantu utama Diponegoro. Pada tahun 1828, Kyai Mojo ditangkap dan diasingkan ke Minahasa. Pangeran mangkubumi tidak dapat melanjutkan perlawanan karena usianya telah lanjut. Sentot Alibasyah Prawirodirjo terbujuk sehingga berhenti memerangi Belanda.
      Agar perang cepat berakhir, Pangeran Diponegoro diajak berunding dengan jaminn apabila perundingan gagal, ia diperbolehkan kembali ke medan pertempuren. Perundingan berakhir tanpa kesepakatan apapun. Sesuai perundingan, Pangeran Diponegoro ditangkap pemerintah Hindia-Belanda. Ia diasingkan ke Manado dan wafat di Makasar.


9.     Perang Aceh (1873-1904)
Pada tanggal 22 Maret 1871, utusan Belanda menemui Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah. Ia menyampaikan permintaan agar Aceh mengakui kedaulatan Hindia-Belanda. Sultan Aceh menolak keinginan tersebut sehingga Belanda memerangi Aceh. Di bawah komando Mayjen Kohler 3.000 personel militer menyerang Aceh. Namun, penyerangan ini gagal, bahkan Mayjen Kohler pun tewas. Pada penyerangan berikutnya di bawah pimpinan Jenderal van Swieten,  Belanda berhasil merebut istana Sultan. Beruntung, Sultan dan keluarganya berhasil lolos dari tangkapan Belanda. 
 Demi memperkuat pertahanan, Belanda membangun sejumlah pos di Kutaraja, Krueng Aceh dan Meuraksa. Namun, tanpa di duga lascar Aceh melancarkan serangan hebat. Pemerintah Hindia-Belanda sangat terpukul dengan kejadian itu. Mereka kemudian mengirimkan ribuan pasukan dengan dukungan sejumlah kapal perang. Perjuangan rakyat Aceh semakin meningkat dengan adanya utusan Aceh, Habib Abdurachman dari Turki. Selain itu, kepercayaan diri rakyat aceh semakin bertambah dengan munculnya tokoh-tokoh perjuangan seperti, Teuku Cik Ditiro, Panglima Polem, teuku Cik Peusangan, Cut Mutia, Teuku Umar, dan Istrinya Cut Nyak Dhien.
Pada tahu 1899, Kolonel van Heutz yang memimpin penyerangan dengan seluruh kekuatan pasukan Belanda yang bernama Pasukan marsose. Pasukan ini menyeran rakyat Aceh secara membabi-buta. Satu persatu para pemimpin Aceh gugur atau tertangkap. Teuku Umar, gugur di medan pertempuran. Cut Nyak Dhien tertangkap dan dibuang ke Sumedang (Jawa Barat).


No comments:

Post a Comment