1. Perlawanan Rakyat Ternate Terhadap Portugis
Rakyat
Ternate serentak memusuhi bangsa Portugis karena mereka menjalankan monopoli perdagangan
yang bersifat memeras. Pada tahun 1533, rakyat Ternate di bawah pimpinan Dajalo
membakar benteng milik Portugis. Portugis mengirimkan pasukan dari Malaka di
bawah pimpinan Antonio Galvao pada tahun 1536, yang berhasil memaksakan
perdamaian dengan rakyat Maluku sehingga Portugis masih dapat mempertahankan
kekuasaannya.
Peperangan
rakyat Ternate melawan Portugis kembali berkobar karena Sultan Hairun (raja
kerajaan Ternate) dibunuh oleh seorang suruhan Lopes de Mesquita. Dipimpin oleh
Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun, Portugis terkurung di dalam
benteng-bentengnya selama hampir tujuh tahun. Pada tahun 1577, rakyat Ternate
dapat mengusir Portugis dari wilayahnya.
2. Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC
Portugis yang menduduki
Malaka, menilai kegiatan perdagangan di Aceh Darussalam sangat merugikan
Portugis. Beberapa kali Portugis berusaha menghanc urkan Aceh, namun selalu
gagal.
Di bawah pemerintahan
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528), Aceh dapat bebas dari upaya penjajahan
bangsa Potugis. Bahkan kesultanan Johor yeng telah ber sekutu dengan Portugis
dapat dikalahkan Aceh pada masa kekuasaan Sultan Alaudin Riayat Syah
(1537-1568). Kemudian, ketika Aceh diperintah Sultan Iskandar Muda (1607-1636),
Aceh pernah melancarkan serangan terhadap Portugis di malaka. Namun, serangan
tersebut selalu gagal karena Portugis lebih unggul dalam hal persenjataan.
3. Perlawanan Mataram Terhadap VOC
Panembahan Senopati
memiliki cita-cita untuk mempersatukan Pulau Jawa. Cita-cita itu kemudian
diteruskan oleh Sultan Agung (1613-1645). Namun cita-cita itu terganjal oleh
kehadiran VOC di Batavia. Oleh karena itu, Sultan Agung mempersia pkan
prajuritnya untuk menyerang VOC. Pada tahun 1628, armada Mataram yang dipimpin
Tumenggung Bahurekso, Suro Agul-agul, Madurorejo, dan Uposonto diber angkatkan
ke Batavia. Serangan pertama Mataram tersebut mengalami kegagalan.
Upaya untuk memukul VOC
kembali dilakukan pada tahun 1629. Sasaran serangannya adalah Benteng Holandia
dan Benteng Bommel. Benteng Holandia dapat dihancurkan tetapi Benteng Bommel
masih bisa diselamatkan VOC. Untuk mematahkan perlawanan, VOC berusaha membakar
gudang-gudang perbekalan pasukan Mataran di Cirebon dan Tegal sehingga pasukan
mataram kekurangan bahan makanan. Akibatnya, serangan kedua Mataram pun kembali
gagal.
4. Perlawanan Makasar Terhadap VOC
Karena VOC kalah
bersaing dengan perdagangan Gujarat dan Eropa lainnya, maka VOC melakukan
Blokade terhadap Makasar. Perang antara VOC dan Makasar pun tidak dapat
terhindarkan pada tahun 1654-1655. Dengan persenjataan yang dibeli dari Inggris,
Denmark, dan Portugis, Makasar sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, VOC terpaksa
mengadakan perdamaian dengan Makasar.
Tatkala Voc dipimpin
Gubernur Jenderal Maetsuijker (1653-1678), VOC kembali menyerang Makasar.
Rakyat Makasar di bawah pimpinan Sultan Hassanudin bersemangat mempertahankan
kedaulatan wilayahnya. Daam pertempuran itu, Voc hanya memperoleh sedikit
kemenangan.
VOC kemudioan
mengadakan politik devide et impera. VOC mengadu domba Sltan Hasanuddin dengan
Raja Bone, Arung Palaka. Pada tahun 1666, perang kembali pecah. VOC yang
bersekutu dengan Arung palaka menyerang benteng di Sombaopu, Panukubang, dan
Makassar. Pertempuren menjadi semakin tidaak seimbang. Sedikit demi sedikit
pasukan Hasanuddin terdesak hingga terpaksa menerima tawaran VOC untuk berdamai
pada 18 November 1667.